Setiap kali kepalanya terbentur cukup keras, anak-anak yang masih
kecil biasanya akan menangis karena kesakitan atau karena terkejut. Semakin
keras tangisan pada anak, semakin gelisah sang ibu. Sebaliknya jika benturan di kepala tidak sempat membuat
anak menangis ataupun rewel, bayangan cedera yang berat juga lekas hilang
karenanya. Setiap benturan kepala bisa saja menimbulkan trauma atau cedera yang
berbahaya. Secara klinis, trauma ini akan ditandai dengan benjolan, memar atau
bisa juga disertai perdarahan atau gegar otak, mungkin karena perlukaan di
bagian luar atau di dalam tulang tengkorak (intrakranial). Saat mengalami
trauma, anak bisa tetap sadar atau sampai tidak sadarkan diri hingga koma. Aktivitas anak-anak biasanya memang
disertai resiko trauma kepala. Bayi yang
sedang belajar memiringkan tubuh, misalnya bisa tiba-tiba jatuh dari tempat
tidur saat orang tua atau pengasuhnya sedang lengah. Atau jika mobil yang
tengah melaju direm mendadak dan anak tidak didudukkan di atas kursi
berpengaman khusus, sangat mungkin terjadi benturan. Jadi memang risiko trauma
kepala ini bisa terjadi di manapun dan kapanpun.
Kasus trauma kepala yang serius memang jarang terjadi dalam
kegiatan rumah tangga sehari-hari. Tetapi bila terjadi resikonya sangat berat.
Oleh karena itu kemungkinan gegar otak tetap perlu diwaspadai, jangan diabaikan
karena menyangkut otak yang merupakan organ utama kita. Masa depan manusia bisa
dikatakan terletak pada otaknya. Gegar otak yaitu memar akibat guncangan pada
jaringan otak, yang menyebabkan terjadinya perdarahan kecil dan membuat
jaringan otak jadi membengkak. Organ otak sendiri dapat diibaratkan sebagai
puding tahu karena konsistensinya memang sangat lunak. Oleh karena itulah, otak
memiliki perlindungan berupa tulang tengkorak yang relatif keras. Diantara
tulang tengkorak dan jaringan otak juga terdapat cairan yang berfungsi sebagai
shock absorber atau penahan guncangan dari luar.
Gumpalan darah atau pembengkakan yang terjadi bisa membuat
otak terdesak sehingga fungsinya terganggu. Gejalanya beragam sesuai dengan
bagian otak mana yang memar atau terdesak. Jika misalnya bagian pusat gerak
yang terdesak maka salah satu atau kedua tangan atau kaki bisa lumpuh.
Sedangkan jika perdarahan itu mendesak bagian pusat bicara maka bicara anak
akan terganggu. Salah satu trauma kepala yang paling berbahaya adalah retaknya tulang
dasar tengkorak, biasanya ditandai dengan keluarnya darah atau cairan otak dari
telinga atau hidung. Saat si kecil mengalami trauma kepala, dia harus diperiksa
dan diamati dengan cermat, terutama dalam 24 jam sampai 72 jam pertama. Tidak
perlu panik ketika kepalanya benjol, memar atau berdarah, karena gejala-gejala
tersebut belum memastikan ia mengalami gegar otak. Benjol atau memar sebagian
besar disebabkan karena perdarahan di antara kulit kepala dan tulang tengkorak.
Biasanya relatif tidak berbahaya asalkan anak tetap sadar penuh, tidak
muntah-muntah, tidak pusing, dan tidak terus terlihat mengantuk.
Gejala gegar otak bisa langsung terlihat tetapi bisa juga
tertunda, tergantung pada perdarahan yang terjadi dalam otak. Jika berlangsung
cepat, anak bisa tidak sadarkan diri sesaat setelah benturan di kepala, tiba-tiba tidak dapat menggerakkan anggota
badannya atau terganggu kemampuan bicaranya, tergantung otak bagian mana yang
bengkak atau terdesak gumpalan darah. Sebaliknya jika perdarahan yang terjadi
hanya berupa rembesan, maka awal timbul gejalanya akan tertunda. Beberapa hari
kemudian barulah muncul gejalanya. Oleh sebab itulah, memantau trauma kepala
dalam 72 jam pertama setelah kejadian tidak boleh diabaikan. Berikut beberapa
gejala yang perlu diwaspadai setelah anak mengalami benturan di kepala:
·
Tidak sadarkan diri atau bengong.
·
Gelisah atau kejang-kejang.
·
Muntah-muntah atau sakit kepala.
·
Bicara atau penglihatan terganggu.
·
Tangan atau kaki tiba-tiba lumpuh atau berkurang
aktivitasnya.
·
Pada anak yang sudah sekolah, prestasi jadi menurun.
·
Pada bayi,
tidak seperti biasa, lebih cengeng atau lebih banyak tidur. Jika tidur susah
dibangunkan.
·
Keluarnya darah atau cairan otak dari hidung, mulut
atau telinga.
·
Nafas tidak normal.
Cara untuk mencegah terjadinya cedera kepala pada anak antara
lain:
·
Jangan sekali-kali meninggalkan bayi tanpa pengawasan
·
Awasi pemakaian baby walker
·
Perhatikan keamanan di rumah
·
Saat bersepeda atau berkendaraan dengan motor, gunakan
helm.
·
Hindari ujung-ujung furnitur yang runcing di sekitar
rumah. Bila perlu berikan pengaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar