Sabtu, 11 Juni 2016

Trauma Kepala: Gejala dan Penyebabnya


Trauma kepala adalah setiap trauma pada kepala yang menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak maupun otak. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak atau otak atau kulit seperti kontusio atau memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma. Berikut adalah dampak trauma kepala pada system tubuh lain:
·         Faktor kardiovaskuler: Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung yang mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

·         Faktor Respiratori: Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi. Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Jika PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid). Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata.
·         Faktor metabolism: Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.

Trauma kepala ringan umumnya ditandai oleh gejala-gejala yang ringan. Durasi berlangsungnya juga hanya sebentar. Berikut adalah beberapa gejala yang mungkin dialami oleh pasien:
·         Mual atau muntah.
·         Pusing atau sakit kepala ringan.
·         Pandangan kabur.
·         Linglung.
·         Terlihat bengong.
·         Mudah marah atau kesal.
·         Perubahan pola tidur, misalnya susah tidur atau tidur lebih lama dari biasanya.
·         Telinga berdenging.
·         Merasa lemas atau lelah.
·         Mengalami gangguan keseimbangan tubuh.

Gejala-gejala trauma otak ringan bisa terjadi sesaat setelah pengidap mengalami cedera. Meski demikian, ada juga yang muncul beberapa jam atau beberapa hari setelahnya. Pada anak yang mengalami gegar otak, gejalanya cenderung sama dengan orang dewasa. Tetapi terkadang lebih sulit dideteksi. Berikut ini sejumlah gejala tambahan pengidap gegar otak ringan pada anak-anak, khususnya balita:
·         Lebih cengeng dari biasanya atau bahkan terus menangis.
·         Perubahan sikap atau cara bermain, misalnya tidak tertarik dengan mainan kesukaannya.
·         Uring-uringan.
·         Sulit memusatkan perhatian.
·         Kehilangan keseimbangan sehingga sulit berjalan.
·         Mudah lelah.

Trauma kepala ringan umumnya jarang membutuhkan penanganan medis secara khusus. Pengobatan dan langkah penyembuhannya bisa diterapkan di rumah dengan cara-cara berikut ini:
·         Batasi jumlah orang yang datang menjenguk agar pasien bisa beristirahat.
·         Hindari aktivitas fisik seperti olahraga.
·         Memantau kondisi pasien selama setidaknya dua hari setelah cedera.
·         Tempelkan kompres dingin di kepala untuk meringankan gejala.
·         Hindari konsumsi obat tidur serta obat penenang, kecuali atas anjuran dokter.
·         Jangan mengonsumsi minuman keras atau obat-obatan terlarang.
·         Batasi aktivitas yang menuntut penggunaan kemampuan berpikir dan konsentrasi, contohnya menonton televisi, membaca, menggunakan komputer, atau bermain game.
·         Jangan mengemudi atau mengoperasikan alat berat sampai Anda benar-benar pulih.
·         Hindari stimulasi berlebihan pada pengidap anak-anak atau membuat mereka terlalu bahagia.
·         Cegah pengidap anak-anak untuk melakukan permainan yang membutuhkan tenaga atau terjadi banyak kontak fisik.
·         Gunakan paracetamol jika dibutuhkan.
·         Jangan mengonsumsi obat antiinflamasi non-steroid (OAINS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar